Dunia yang Hampa Spiritualitas
Masyarakat Amerika baru saja diguncangkan oleh pembunuhan massal dan
brutal yang dilakukan oleh Adam Lanza pemuda berusia 20 tahun. Hal ini secara
keji dikerjakan di Sekolah Dasar Sandy Hook, Kota Newtown, Negara Bagian
Connecticut, sebuah kota kecil yang sebelumnya dikenal sebagai kota yang aman.
Saat itu Adam segera secara membabi buta mengeksekusi 26 orang yang diantaranya
20 anak berumur antara lima hingga 10 tahun, dan enam orang dewasa. Kejadian
ini merupakan aksi pembunuhan yang paling sadis dalam sejarah kehidupan orang Amerika.
Aksi
ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, terdapat beberapa aksi yang menimbulkan
trauma. Pada tahun 1999, terdapat aksi penembakan di sebuah sekolah menengah di
Littleton, yang berjarak 27 kilometer dari Aurora. Aksi ini menewaskan 12 siswa
dan seorang guru. Tahun 2007, terjadi pula penembakan membabibuta di
Blacksburg, Virginia. Sebanyak 32 orang mahasiswa yang tewas secara
mengenaskan. Juga terjadi tahun ini kasus penembakan di bioskop Colorado pada
bulan Juli saat pemutaran perdana film Batman: The Dark Night Rises yang
menewaskan 12 orang dan 59 orang luka-luka.
Dari
semua kejadian yang tragis tersebut terutama aksi mengerikan Adam Lanza dapat
dikaji tiga aspek penting yang menyebabkan dan mempengaruhi terjadinya aksi ganas tersebut.Kajian ini diambil dari
berbagai sumber pemberitaan media seperti The Guardian, Daily Mail, dan USA
today.
Pertama, secara pribadi Adam Lanza digambarkan oleh semua tetangga dan
teman-temannya sebagai sosok yang pemalu, tertutup, minder, kaku , anti-sosial,
tetapi pintar. Sejumlah sumber mengatakan, para penyidik menduga keterasingan
dan kecanggungan sosial Adam Lanza sangat mirip dengan penderita sindrom
Asperger. sindrom ini adalah bagian dari spektrum autisme yang ditandai dengan
sulitnya melakukan interaksi sosial. Namun, kebanyakan penderita sindrom
Asperger justru memiliki keahlian khusus yang tinggi dan sewaktu kecil mereka
sering dibilang sebagai "profesor kecil" karena suka membicarakan
hal-hal yang hebat di luar semesta pembicaraan teman-teman sebayanya misalnya
"bagaimana caranya pesawat ulang-alik bisa mendarat di bulan".
Dr.
Harold Schwartz, dari Institut Kehidupan Hartford mengatakan bahwa pengidap
sindrom Asperger ini adalah orang yang "kesedihannya terkumpul",
orang-orang yang merasa tersinggung dan kemudian kebenciannya terkumpul.
sayangnya mereka tak memiliki kemampuan untuk menunjukkan perasaanya dengan
cara yang produktif. Menurut Dan Holmes, tukang kebun keluarga Lanza, Adam
selalu menghabiskan waktunya di kamar. dia selalu menghabiskan waktu berjam-jam
di depan komputer, dan kebanyakan memainkan game pertempuran. Selain kecanduan
game yang penuh kekerasan,dia bahkan tidak memiliki akun facebook dan twitter.
Kedua, dari aspek keluarga, meskipun adam tinggal bersama dengan keluarga
kaya tetapi dia adalah seorang anak yang
menderita akibat perceraian orang tuanya Peter dan Nancy Lanza. Setelah lama
mengidap sindrom Asperger yang menyebabkan isolasi dan masalah emosional
pergulatan batin Adam semakin memuncak ketika orangtuanya bercerai di tahun
2008 lalu, setelah 18 tahun hidup bersama. Ayahnya adalah seorang eksekutif di
General Electric yang bergaji 1 juta dollar pertahun. Setelah perceraian itu,
Adam mulai menunjukkan gelagat berubah. dia lebih suka menyendiri dan berperilaku
aneh, saat orang mendekati Adam di jalan, dia bakal mendorong orang itu ke
dinding atau berjalan ke arah yang berlainan. Mirip bocah berusia delapan tahun
yang menolak memberikan boneka Teddy Bear-nya kata Richard Novia, teman
sekelasnya yang juga sama-sama mengemari ekstra kurikuler komputer.
Jika
dilihat dari sisi kehidupan ibunya Adam dijelaskan bahwa dia adalah seorang
paranoid. Menurut Marsha Lanza, bibi Adam, Nancy Lanza, sang ibu, adalah
anggota gerakan Doomsday Preppers, yang meyakini bahwa setiap orang
harus bersiap menghadapi akhir dunia yang kacau balau yang ditandai dengan
runtuhnya ekonomi dunia. Dia juga memiliki filosofi survivalis sehingga dia
membuat rumahnya seperti benteng untuk pertahanan dan menimbun pangan dan senjata
api. senjata yang dimilikinya dalah senapan semi-otomatis Bushmaster dan dua
pistol Glock dan Sig Sauer. Adam Lanza sangat pandai memainkan senjata itu
karena dia dan kakaknya, Ryan Lanza sejak umur 9 tahun sudah diajari bagaimana
menembak dengan baik oleh ibunya.
Seperti
dikutip koran Dailymail, Nancy tampaknya terobsesi dengan senjata akibat perasaan
tidak aman hidup di tengah masyarakat. Ia sampai mengajarkan anaknya Adam dan
Ryan cara menembak. Namun, tampaknya ini menjadi akar permasalahan yang menjadi
bumerang yang mengerikan pada Jumat 14 Desember 2012. Adam Lanza dengan membabi
buta menembak ibunya di tempat tidur. Senjata makan tuannya. Adam menembakkan
empat peluru ke kepala Nancy yang diduga saat itu sedang tidur.
Ketiga, secara umum meskipun Adam dan keluarganya tinggal di salah satu
kota kecil terkaya di Amerika Serikat, ibunya mendapat tunjangan senilai 1,9
milyar Rupiah tiap tahun dari mantan suaminya dan tinggal di rumah senilai 1,6
juta dollar, tingkat stress masyarakat amerika telah naik begitu tinggi. Baru-baru
ini diungkapkan bahwa Tingkat stres melambung di Amerika sebesar 30% dalam 30
tahun. Peneliti dari Carnegie Mellon University menganalisis data dari tahun
1983, 2006 dan 2009, dan menemukan yang dilaporkan sendiri bahwa tingkat stres
masyarakat Amerika telah meningkat 10-30% dalam tiga dekade terakhir.
Dari
penelitian tersebut dilaporkan bahwa Perempuan, kaum muda dan berpenghasilan
rendah Amerika adalah yang paling stres, menurut data yang diterbitkan dalam
edisi bulan ini dari Journal of Applied Psychology. Jika dibandingkan antara
pria dan wanita tingkat stres pria meningkat lebih dari waktu ke waktu daripada
perempuan, naik 25% sejak tahun 1983 dibandingkan 18%. Bahkan Dr David Spiegel, seorang psikiater di
Stanford University School of Medicine mengatakan kepada USA Today bahwa
tingkat stres akan menjadi lebih tinggi hari ini dibandingkan 25 tahun yang
lalu.
Dunia yang
Hampa Spiritualitas
James
Allan Fox dari Northeastern University mengemukakan hipotesis yang menarik
mengenai sebab semua pembunuhan massal di Amerika. Menurutnya, pembunuhan
massal disebabkan oleh seseorang yang frustasi atas keadaan, kemudian mengalami
rasa kecewa atas kehidupan, perasaan terisolasi atau tersingkir dari keluarga,
sehingga melahirkan perasaan yang menganggap diri tidak beruntung atau
diperlakukan tidak adil.
Yang
menarik dari hipotesis tersebut ialah adalah pernyataannya yang mengatakan
bahwa terdapat ribuan orang penduduk Amerika yang merasakan ketidakadilan serta
harapan yang terlalu besar dari dunia sosial. Anak-anak muda diwajibkan
menggapai ambisi tertentu, sehingga terjebak dalam perjuangan menggapai
mimpi-mimpi yang dtanamkan sejak kecil. Anak-anak muda itu lalu menyalahkan
sistem yang tak adil, keluarga, atau masyarakat yang banyak menuntut tapi tidak
banyak memberi dukungan moral dan spiritual kepada mereka.
Hakikatnya
apa yang terjadi Newtown, Conneticut adalah refleksi atas dunia sosial kita
yang kian sakit. Banyaknya pembunuhan massa dan fenomena bunuh diri adalah
puncak gunung es dari permasalahan sosial yang sesungguhnya mendera manusia
modern. Masyarakat dunia terlampau sibuk dan bergulat dalam dilema pencarian
kebahagiaan, sebuah titik yang dianggap bisa nyaman sebenar-benarnya, selalu
merasa cukup, tanpa diganggu rasa depresi.
Manusia
kerap lupa dalam mendefinisikan bahagia. Kita selalu hanya melihatnya dengan
capaian-capaian ekonomi dan simbol-simbol material. Untuk itu, kemudi hidup
kita tanpa sadar digerakkan dalam suasana atmosfir hedonis-materialistis. Kita
mencari ilmu setinggi-tingginya, lalu ingin mengakumulasi harta
sebanyak-banyaknya.
Kelak
kita akan tiba pada satu titik bahwa semua itu tidak selalu memberikan rasa
nyaman bagi kita. Harta yang menimbun itu tidak bisa memberikan rasa damai.
Setiap saat kita was-was dan ketakutan. Sementara mereka yang berumah di
pinggir kali justru menemukan ketengangan dan bapak becak bisa tidur “ngorok”
di becaknya dengan nyaman, sesuatu yang
kita cari hingga mengorbankan banyak waktu kita dalam hidup.
Dalam
kasus Adam Lanza, tekanan sebagai pemuda Amerika yang diharapkan bisa berbuat
sesuatu, lalu menjadi kaya-raya (sebagaimana American Dreams, impian
banyak orang Amerika), akhirnya menjadi tekanan yang tak kuasa untuk
ditahannya. Fenomena dirinya yang berasal dari latar sosial yang makmur menjadi
cambuk atau “warning” bagi kita bahwa materi bukanlah satu-satunya hal yang
dicari manusia. Manusia memang mencari bahagia dan demi kebahagiaan itu kita
siap melakukan apapun.
Tapi,
apakah bahagia memang sampai sejauh itu? Kata pepatah Inggris, "The fool
looks for happiness in the distance whereas the wise grows under his feet"
(orang bodoh mencari kebahagiaan ke tempat-tempat yang jauh, sedangkan orang
bijak menumbuhkanya dalam dirinya). Kata Jalaluddin Rumi, manusia yang mencari
kebahagiaan ibarat ikan laut yang sibuk mencari air. Bahagia ibarat udara yang
senantiasa melingkupi kita.
Bahagia
adalah sesuatu yang amat dekat dengan diri kita. Dia adalah sesuatu yang tak
berjarak, mengisi sesuatu tanpa menuang. Bahagia melingkupi segala sesuatu.
Bahagia mengikuti kemanapun kita pergi, namun sayangnya, tak banyak dari kita
yang menemukan bahagia tersebut. Banyak yang mencari-cari, tanpa memahami bahwa
bahagia itu amat dekat dengan dirinya. Sangat dengan dengan diri kita
Jika
semua orang memahami makna bahagia dalam kehidupan, maka Adam Lanza yang
jenius tak perlu menembak dan membunuh
26 orang di SD Sandy Hook. Juga tak perlu
menembak kepala sendiri sampai mati. Tak perlu ada depresi. Semoga
Rakyat Indonesia dijauhkan oleh Yang Maha Kuasa akan hal-hal buruk semacam itu.
Semoga.
No comments:
Post a Comment
Thanks for your comment...I am looking forward your next visit..