Kerangka teori **tuturan fatis** pertama kali diperkenalkan oleh **Bronislaw Malinowski**, seorang antropolog yang meneliti masyarakat Papua Nugini. Tuturan fatis merujuk pada penggunaan bahasa yang tujuannya bukan untuk menyampaikan informasi atau ide, tetapi lebih untuk menjalin hubungan sosial atau menjaga keakraban. Tuturan ini seringkali terjadi dalam interaksi sehari-hari dan mencakup ungkapan-ungkapan yang bersifat rutin atau basa-basi.
### Teori Malinowski
Malinowski mengemukakan bahwa bahasa tidak hanya digunakan untuk menyampaikan informasi, tetapi juga sebagai alat untuk memperkuat ikatan sosial. Dalam konteks tuturan fatis, interaksi verbal bukan bertujuan untuk menyampaikan sesuatu yang informatif, tetapi lebih untuk "menjaga kontak" atau mempertahankan hubungan sosial antarindividu.
Contoh tuturan fatis dalam kehidupan sehari-hari:
- "Apa kabar?"
- "Cuacanya panas hari ini, ya."
- "Selamat pagi!"
Dalam contoh di atas, tujuan utama dari ungkapan tersebut bukan untuk mendapatkan informasi yang mendalam, tetapi lebih untuk memulai atau menjaga interaksi sosial.
### Pandangan Jumanto
**Jumanto**, seorang ahli bahasa dari Indonesia, mengembangkan lebih lanjut teori tuturan fatis dengan memberikan pemahaman dalam konteks budaya dan bahasa Indonesia. Menurut Jumanto, tuturan fatis memiliki beberapa fungsi, di antaranya:
1. **Memulai dan mengakhiri percakapan** – Contoh: "Selamat pagi" atau "Sampai jumpa."
2. **Menjaga hubungan sosial** – Contoh: "Sudah makan belum?" yang sering kali tidak memerlukan jawaban informatif.
3. **Mengisi kekosongan komunikasi** – Contoh: ketika seseorang mengatakan "Iya, iya" hanya untuk mengisi jeda saat berpikir atau saat tidak ingin percakapan berhenti.
Jumanto juga menekankan pentingnya tuturan fatis dalam masyarakat Indonesia, di mana interaksi sosial memiliki nilai yang tinggi, dan menjaga hubungan sosial menjadi prioritas dalam banyak konteks percakapan sehari-hari.
### Contoh Tuturan Fatis di Indonesia:
1. Ketika bertemu teman di jalan: "Lagi sibuk apa sekarang?"
2. Saat selesai belanja di pasar: "Makasih, Mbak, ya. Sampai ketemu lagi."
3. Di lift atau kendaraan umum: "Keren banget ya Jakarta, sekarang tambah macet."
Dalam contoh-contoh tersebut, yang lebih penting adalah menjaga hubungan sosial dan keakraban, bukan isi informasi yang disampaikan.
No comments:
Post a Comment
Thanks for your comment...I am looking forward your next visit..